Saturday, June 25, 2016

MUSEUM RADYA PUSTAKA



Radya Pustaka, adalah suatu lembaga ilmu pengetahuan berwawasan kebangsaan yang didirikan bangsawan Surakarta sebgai ajang pengembangan pengetahuan dan kebudayaan bangsa. Sampai pada akhir abad ke-19, tepatnya pada masa pemerintahan Sri Susuhan Pakubuwono IX Surakarta, di bumi Jawa dan kawasan Nusantara baru ada sebuah badan yang mengurus masalah pengetahuan dan kebudayaan, yakni Bataviaasch Gennotschap yang didirikan oleh Belanda pada tahun 1778. Badan tersebut dikelola dan diperuntukan oleh dan bagi Belanda semata-mata. Badan serupa yang dibangun dan diperuntukkan orang Jawa dan Nusantara baru muncul pada akhir abad ke-19. Sejalan dengan besarnya minat dan kepedulian para negarawan, bangsawan, dan budayawan terhadap pengetahuan dan kebudayaan bangsa, pada hari Selasa Kliwon, tanggal 15 Mulud, Tahun Ehe 1820 atau tanggal 28 Oktober 1890, dengan ditandai sangkalan luhuring sembah mangesthi tunggal, di kota Surakarta Adiningrat berdiri sebuah perkumpulan kebudayaan yang disebut Paheman Radya Pustaka. Pendiri badan tersebut adalah Kanjeng Raden Arya Sosorodiningrat IV, seorang negarawan dan budayawan Jawa. Paheman Radya Pustaka merupakan badan kebudayaan (permuseuman) sejak 28 Oktober 1890, Radya Pustaka merupa tertua karya bangsa Indonesia (Bratiswara, 2000:602).
Pada mulanya Paheman Radya Pustaka berada di rumah jabatan pendirinya, yakni di Dalem Kepatihan Surakarta yang dikenal Kepatihan Hendroprasta. Perpustakaan Radya Pustaka menempati gedung Hantisana, sedangkan koleksi benda-benda budaya ditempatkan di Pantiwibawa. Tujuan utama pendirian Paheman Radya Pustaka antara lain, (1) untuk melestarikan seni budaya Jawa, (2) untuk mendidik bangsa agar dapat menjadi bangsa yang berpengetahuan dan berjiwa kebangsaan. Sesuai dengan tujuannya, keberadaan paheman yang bukan sebagai milik perorangan, kelompok bangsawan, atau kelompok budayawan tersebut dipandang salah satu kekayaan bangsa.
Sejak berdiri, Paheman Radya Pustaka Surakarta bersifat mandiri dengan ditunjukkan pada hal-hal berikut. (1) Paheman Radya Pustaka didirikan oleh perorangan, yakni Kanjeng Hendro (Hendroprasta), Pepatih Keraton Surakarta, bukan atas nama Keraton atau bukan atas perintah dari pemerintah Keraton Surakarta, (2) pengelolaan paheman semata-mata oleh perorangan yang bergabung dalam perkumpulan Paheman Radya Pustaka, (3) pendukung (dana, sarana, prasarana) untuk menjaga kelangsungan Paheman Radya Pustaka bukan Keraton Surakarta, sekalipun demikian badan tersebut banyak menerima subsidi dan bantuan lain-lain dari Keraton, misalnya bantuan tenaga pengelola ahli.
Sesuai dengan nama paheman, badan tersebut disiapkan menjadi ajang ”olah budaya” Jawa melalui berbagai kegiatan, misalnya (1) musyawarah tentang ilmu dan kesusastraan Jawa, diselenggarkan setiap hari Rabu, (2) mengelola perpustakaan dan museum di balai Pantiwibawa Kepatihan, (3) menerbitkan majalah Jawa yakni, Sasadara dan Candrakanta, serta (4) menerbitkan beberapa buku kesusastraan. Setelah 23 tahun lamanya menempati Dalem Kepatihan, agar selanjutnya lebih memacu perkembangan selanjutnya, pada tanggal 22 Sura, tahun Alip 1843 atau 1 Januari 1913, Paheman Radya Pustaka menempati gedung baru (gedung sendiri) ialah Gedung Museum Radya Pustaka, berada di Jalan Purwasari (dulu) atau Jalan Slamet Riyadi (sekarang) bersebelahan dengan Taman Sriwedari Kebon Raya. Gedung baru tersebut sebelumnya merupakan Loji Kadipolo milik seorang Belanda, Johannes Busselar, yang dibeli Sri Susuhan Pakubuwono X dan diperuntukkan bagi Radya Pustaka agar dapat meneruskan fungsi dan darma baktinya.
Museum Radya Pustaka setelah menempati gedung baru tetap maju mandiri. Sekalipun demikian badan tersebut selain mendapat dukungan dari para pakar dan budayawan juga mendapat perhatian dari kepedulian pihak Keraton, misalnya (1) Keraton menyediakan tempat untuk ajang “olah budaya”, yakni Gedung Museum Radya Pustaka sebelah timur Taman Sriwedari, (2) Keraton menyediakan tenga ahli yang diperbantukan kepada Radya Pustaka, diantarannya Raden Mas Suwito (RMT Ranggawarsita) dan Ki Padmosusastro (Ng.Wiropustoko).
Pengelolaan Museum Radya Pustaka dilakukan secara mandiri, baik tenaga, prasarana, maupun manajemennya. Keberhasilan pengembangannya tidak terlepas dari peran serta para pendiri, pengeloa, dan pimpinannya. Para budaywan yang pernah berjasa mengetuai Radya Pustaka secara berurutan adalah (1) Ketua Paheman Radya Pustaka pertama, RT Djojodiningrat (1899-1905), (2) Ketua Paheman Radya Pustaka kedua, RT Djojonagoro (1905-1914), (3) Ketua Paheman Radya Pustaka ketiga, RT Woerjaningrat (1914-1926), (4) Ketua Paheman Radya Pustaka keempat, GPH Hadiwidjojo (1926-wafatnya) (Bratiswara, 2000:603).
Dalam bidang kepustakaan dan permuseuman Radya Pustaka mengkoleksi benda-benda budaya/sejarah yang dikumpulkan dan berasal dari milik Keraton Surakarta, milik Keaptihan Surakarta (Sosrodiningrat), milik GPH Hadiwidjojo, sumbangan dari para peminat dan pecinta, serta milik Radya Pustaka (hasil pengadaan Radya Pustaka sendiri). Berbagai benda budaya/sejarah yang dikoleksi Radya Pustaka secara garis besar terdiri dari, patung pujangga R.Ng. Ranggawarsita, meriam, patung KRA Sosrodiningrat IV, benda-benda peninggalan perbakala berupa bebatuan (batu lesung, lumpang, dan sebagainya), arca-arca peninggalan zaman Hindu-budha (Arca Ganesha, arca Syiwa, arca Bodhisatwa, arca Durga, arca Manjusri dan sebagainya), koleksi wayang (wayang purwa, wayang wahyu, wayang krucil dan sebagainya), koleksi keramik, koleksi senjata api, keloksi benda-benda perunggu (arca), koleksi seperangkat gamelan, koleksi Canthik Kyai Rajamala, koleksi buku tentang kebudayaan, koleksi keris dan lain-lain (Bratiswara, 2000:605).

No comments:

Post a Comment