Nama : Heri Muladi
NIM :
3101412147
Rombel: 5B
FENOMENA POLITIK
KEPEMIMPINAN SOEHARTO PADA MASA ORDE BARU
A. LATAR
BELAKANG LAHIRNYA ORDE BARU :
Ø Terjadinya
peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Keadaan
politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September
1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
Ø Keadaan
perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya
pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan
timbulnya keresahan masyarakat.
Ø Reaksi
keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan
besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut
agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
Ø Terbitnya
surat perintah sebelas maret 1996
Masa orde baru merupakan salah satu bentuk peralihan
kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto. Orde baru merupakan
sebutan pemisah bagi rezim yang berkuasa pada saat itu. Setelah lengsernya
Soekarno pada tahun 1960an, terjadi perubahan pada pola hubungan luar negeri
Indonesia, yang mana pada masa orde lama terjalin hubungan diplomatik yang
kurang baik dengan beberapa negara karena karakter pemimpin dan bangsa begitu
kuat dalam pandangan Internasional, apalagi dengan faktor power shift pasca
Perang Dingin yang menjadikan politik di masa itu sangat kuat dan tegas ketika
berhadapan dengan dunia luar. Dengan menunjukkan power sebagai negara yang
kuat, hubungan dengan beberapa negara Asia Tenggara kurang baik, padahal kita
sebagai bangsa yang berdaulat membutuhkan interaksi dengan dunia luar dalam
segala bidang.
Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia lebih
memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi. Keterikatan pada pola-pola ekonomi
maupun politik internasional mempunyai signifikansi yang tinggi untuk memahami
dinamika internal yang menjadi faktor determinan dalam mempengaruhi polugri
pada masa kepemimpinan Soeharto. Faktor-faktor politik dan ekonomi yang
dianggap paling berpengaruh tersebut adalah kondisi domestik, modalitas,
struktur dan proses penentuan politik luar negeri, agenda utama, isu-isu
domestik yang dominan dan gaya serta pola kepemimpinan politik.
Kepemimpinan Soeharto secara umum mempunyai
karakteristik yang berbada dengan pendahulunya. Diparuh pertama
kepemimpinannya, dia cenderung adaptif dan low profile. Dan pada paruh terkhir
kepemimpinannya, sejak 1983, Soeharto mengubah gaya kepemimpinannya menjadi
high profile. Gayanya tersebut mempengaruhi pilihan-pilihan politik luar
negerinya, yang pada kenyataannya tidak dapat dilepaskan dari kondisi
politik-ekonomi dan keamanan dalam negeri Indonesia. Dengan nilai ingin
menyejahterakan bangsa, Soeharto mengambil gaya represif (di dalam negeri) dan
akomodatif (di luar negeri). Pada masa Soeharto, politik luar negeri Indonesia
cenderung sangat kooperatif dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara
Barat. Soerharto cenderung tunduk kepada modal asing yang sangat kuat
pengaruhnya terhadap pembangunan negara-negara dunia ketiga. Hal ini yang
membuat Indonesia tidak memiliki kedaulatan dan otoritas untuk mengatur bangsa
dan negaranya sendiri. Tujuan utama politik luar negeri Soeharto pada awal
penerapan New Order (tatanan baru) adalah untuk memobilisasi sumber dana
internasional demi membantu rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan, serta
untuk menjamin lingkungan regional yang aman yang memudahkan Indonesia untuk
berkonsentrasi pada agenda domestiknya. Keberhasilannya dalam hal pembangunan
ekonomi, Soeharto mendapatkan gelar Bapak Pembangunan bangsa Indonesia dan
beberapa penghargaan internasional.
Perubahan
politik yang terjadi selama Kepemimpinan Soeharto pada Masa Orde Baru :
1. Politik
luar negeri Indonesia cenderung sangat kooperatif dengan negara-negara lain,
khususnya negara-negara Barat.
2. Kondisi
politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah.
Dimana hukum hanya diciptakan untuk
keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para
konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
3. Dwifungsi
ABRI
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang
seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri.
Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
4. Penyederhanaan
sistim politik dari multipartai jadi 3 partai utama
5. Kebijakan
politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
6. Terbentuk
pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan
pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar
menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2
partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara
demokrasi.
Sistem
perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan
sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR
Suharto selalu terpilih.
Sumber
:
1. Crouch,
Harold.1999. Militer dan Politik di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
2. Roeder,
O.G.1976. Anak Desa Biografi Presiden
Soeharto. Jakarta: PT Gunung Agung
3. Mustopo
dkk, Habib. 2006. Sejarah SMA XII IPS.
Jakarta: Yudhistira
4. Winarno,Budi.2007.Sistem Politik Indonesia Era Reformasi.Yogyakarta:Medpress.
5. Abar,
Ahmad Zaini. 1994. “Kekecewaan Masyarakat
dan Kebebasan Pers”. Prisma. Jakarta: LP3ES.
6. Imawan,
Riswandha. 1998. Membedah Politik Orde
Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
No comments:
Post a Comment