Friday, March 4, 2016

FENOMENA POLITIK KEPEMIMPINAN SOEHARTO PADA MASA ORDE BARU



Nama   : Heri Muladi
NIM    : 3101412147
Rombel: 5B

FENOMENA POLITIK KEPEMIMPINAN SOEHARTO PADA MASA ORDE BARU
A.    LATAR BELAKANG LAHIRNYA ORDE BARU :
Ø  Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
Ø  Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
Ø  Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
Ø  Terbitnya surat perintah sebelas maret 1996
Masa orde baru merupakan salah satu bentuk peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto. Orde baru merupakan sebutan pemisah bagi rezim yang berkuasa pada saat itu. Setelah lengsernya Soekarno pada tahun 1960an, terjadi perubahan pada pola hubungan luar negeri Indonesia, yang mana pada masa orde lama terjalin hubungan diplomatik yang kurang baik dengan beberapa negara karena karakter pemimpin dan bangsa begitu kuat dalam pandangan Internasional, apalagi dengan faktor power shift pasca Perang Dingin yang menjadikan politik di masa itu sangat kuat dan tegas ketika berhadapan dengan dunia luar. Dengan menunjukkan power sebagai negara yang kuat, hubungan dengan beberapa negara Asia Tenggara kurang baik, padahal kita sebagai bangsa yang berdaulat membutuhkan interaksi dengan dunia luar dalam segala bidang.
Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia lebih memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi. Keterikatan pada pola-pola ekonomi maupun politik internasional mempunyai signifikansi yang tinggi untuk memahami dinamika internal yang menjadi faktor determinan dalam mempengaruhi polugri pada masa kepemimpinan Soeharto. Faktor-faktor politik dan ekonomi yang dianggap paling berpengaruh tersebut adalah kondisi domestik, modalitas, struktur dan proses penentuan politik luar negeri, agenda utama, isu-isu domestik yang dominan dan gaya serta pola kepemimpinan politik.
Kepemimpinan Soeharto secara umum mempunyai karakteristik yang berbada dengan pendahulunya. Diparuh pertama kepemimpinannya, dia cenderung adaptif dan low profile. Dan pada paruh terkhir kepemimpinannya, sejak 1983, Soeharto mengubah gaya kepemimpinannya menjadi high profile. Gayanya tersebut mempengaruhi pilihan-pilihan politik luar negerinya, yang pada kenyataannya tidak dapat dilepaskan dari kondisi politik-ekonomi dan keamanan dalam negeri Indonesia. Dengan nilai ingin menyejahterakan bangsa, Soeharto mengambil gaya represif (di dalam negeri) dan akomodatif (di luar negeri). Pada masa Soeharto, politik luar negeri Indonesia cenderung sangat kooperatif dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara Barat. Soerharto cenderung tunduk kepada modal asing yang sangat kuat pengaruhnya terhadap pembangunan negara-negara dunia ketiga. Hal ini yang membuat Indonesia tidak memiliki kedaulatan dan otoritas untuk mengatur bangsa dan negaranya sendiri. Tujuan utama politik luar negeri Soeharto pada awal penerapan New Order (tatanan baru) adalah untuk memobilisasi sumber dana internasional demi membantu rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan, serta untuk menjamin lingkungan regional yang aman yang memudahkan Indonesia untuk berkonsentrasi pada agenda domestiknya. Keberhasilannya dalam hal pembangunan ekonomi, Soeharto mendapatkan gelar Bapak Pembangunan bangsa Indonesia dan beberapa penghargaan internasional.






Perubahan politik yang terjadi selama Kepemimpinan Soeharto pada Masa Orde Baru :
1.      Politik luar negeri Indonesia cenderung sangat kooperatif dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara Barat.
2.      Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah.
Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
3.      Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
4.      Penyederhanaan sistim politik dari multipartai jadi 3 partai utama
5.      Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
6.      Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.

Sumber :
1.      Crouch, Harold.1999. Militer dan Politik di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
2.      Roeder, O.G.1976. Anak Desa Biografi Presiden Soeharto. Jakarta: PT Gunung Agung
3.      Mustopo dkk, Habib. 2006. Sejarah SMA XII IPS. Jakarta: Yudhistira
4.      Winarno,Budi.2007.Sistem Politik Indonesia Era Reformasi.Yogyakarta:Medpress.
5.      Abar, Ahmad Zaini. 1994. “Kekecewaan Masyarakat dan Kebebasan Pers”. Prisma. Jakarta: LP3ES.
6.      Imawan, Riswandha. 1998. Membedah Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

No comments:

Post a Comment